Dari Yoshida Doctrine ke Fukuda Doctrine: Politik Luar Negeri Jepang di Asia Tenggara Pasca-Perang Dunia II

Adiasri , Putri Purbantina (2013) Dari Yoshida Doctrine ke Fukuda Doctrine: Politik Luar Negeri Jepang di Asia Tenggara Pasca-Perang Dunia II. GLOB AL & POLICY JOURNAL OF INTERNATIONAL RELATIONS, 1 (1). pp. 39-46. ISSN 2337-9960

[img]
Preview
PDF (Abstrak - Daftar Pustaka)
Download (112Kb) | Preview

    Abstract

    Japan’s foreign policy in Southeast Asia in the postwar era was based on Yoshida Doctrine. After her lost in World War II, Prime Minister Yoshida Shigeru declared that economic development will be Japan’s priority. At that time, Japan’s interest on Southeast Asia especially was related to raw materials as one of the tools to build her economy. However, the use of this economic diplomacy created several anti-Japanese movements in some Southeast Asia Countries. In 1977, Prime Minister Fukuda Takeo came to the 10th ASEAN Anniversary and declared that Japan has no intention to be the next hegemonic power in the region. Thus he formed a new framework for Japan’s foreign policy which based on “heart to heart understanding” and added cultural approach into it. Keywords: economic diplomacy, cultural approach. Pasca-Perang Dunia II, Jepang menggunakan bentuk diplomasi ekonomi yang diformulasikan oleh PM Shigeru Yoshida yang secara resmi dijalankan sejak tahun 1957. Pada saat itu proses kembali masuknya Jepang ke Asia Tenggara menitikberatkan pada aspek perekonomian yang meliputi pembayaran pampasan perang dan juga kebutuhan Jepang akan raw materials dari negara-negara Asia Tenggara. Ekspansi ekonomi dan perdagangannya di awal tahun 1970-an mengembalikan posisi Jepang sebagai kekuatan ekonomi besar dan ini membuat gejolak di dalam negara-negara di Asia Tenggara. Ketika PM Tanaka Kakue datang ke Indonesia, Thailand, Singapura, Malaysia, dan Filipina pada tahun 1974, ia menghadapi beberapa demonstrasi kemarahan dan tuduhan akan arogansi bisnis Jepang. Pada tahun 1977, PM Fukuda Takeo berusaha sekali lagi untuk memperluas hubungan politik dengan negara-negara Asia Tenggara saat perayaan ulang tahun ASEAN ke-10. Ia lalu mengusung sebuah bentuk kebijakan luar negeri baru dengan mengedepankan unsure heart to heart understanding dengan negara-negara Asia Tenggara, dimana salah satu aspek yang dimunculkan adalah pendekatan budaya. Kata-Kata Kunci: diplomasi ekonomi, pendekatan kultural.

    Item Type: Article
    Subjects: H Social Sciences > HC Economic History and Conditions
    J Political Science > JZ International relations
    Divisions: UPN Jatim Journal > Global and Policy : Journal of International Relations
    Depositing User: Users 6 not found.
    Date Deposited: 21 Jun 2013 10:46
    Last Modified: 21 Jun 2013 10:47
    URI: http://eprints.upnjatim.ac.id/id/eprint/4445

    Actions (login required)

    View Item